Masa kejayaan Islam tempo dulu antara lain ditandai
dengan maraknya tradisi ilmu pengetahuan. Para sarjana Muslim, khususnya
yang berada di Baghdad dan Andalusia, memainkan peran cukup penting
bagi tumbuh berkembangnya ilmu kedokteran, matematika, kimia, dan bidang
ilmu lain yang sekarang berkembang. Selama berabad-abad sarjana-sarjana
Muslim tadi menuangkan buah pikiran dan hasil penelitian ke dalam
kitab-kitab pengetahuan untuk kemudian menjadi rujukan ilmu pengetahuan
modern. Kini, dunia telah dapat mengambil manfaat dari pengembangan ilmu
yang dirintis oleh para ilmuwan serta sarjana Muslim.
Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail al Buzjani,
merupakan satu di antara sekian banyak ilmuwan Muslim yang turut
mewarnai khazanah pengetahuan masa lalu. Dia tercatat sebagai seorang
ahli di bidang ilmu matematika dan astronomi. Kota kecil bernama Buzjan,
Nishapur, adalah tempat kelahiran ilmuwan besar ini, tepatnya tahun 940
M. Sejak masih kecil, kecerdasannya sudah mulai nampak dan hal tersebut
ditunjang dengan minatnya yang besar di bidang ilmu alam. Masa
sekolahnya dihabiskan di kota kelahirannya itu.
Setelah
berhasil menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah, Abul Wafa lantas
memutuskan untuk meneruskan ke jenjang lebih tinggi di ibukota Baghdad
tahun 959 M. Di sana, dia pun belajar ilmu matematika. Sejarah mencatat,
di kota inilah Abul Wafa kemudian menghabiskan masa hidupnya. Tradisi
dan iklim keilmuan Baghdad benar-benar amat kondusif bagi perkembangan
pemikiran Abul Wafa. Berkat bimbingan sejumlah ilmuwan terkemuka masa
itu, tak berapa lama dia pun menjelma menjadi seorang pemuda yang
memiliki otak cemerlang.
Dia pun
lantas banyak membantu para ilmuwan serta pula secara pribadi
mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematika, utamanya
geometri dan trigonometri. Di bidang ilmu geometri, Abul Wafa memberikan
kontribusi signifikan bagipemecahan soal-soal geometri dengan
menggunakan kompas; konstruksi ekuivalen untuk semua bidang, polyhedral
umum; konstruksi hexagon setengah sisi dari segitiga sama kaki;
konstruksi parabola dari titik dan solusi geometri bagi persamaan.
Konstruksi
bangunan trigonometri versi Abul Wafa hingga kini diakui sangat besar
kemanfaatannya. Dia adalah yang pertama menunjukkan adanya teori relatif
segitiga parabola. Tak hanya itu, dia juga mengembangkan metode baru
tentang konstruksi segi empat serta perbaikan nilai sinus 30 dengan
memakai delapan desimal. Abul Wafa pun mengembangkan hubungan sinus dan
formula 2 sin2 (a/2) = 1 - cos a dan juga sin a = 2 sin (a/2) cos (a/2)
Di
samping itu, Abul Wafa membuat studi khusus menyangkut teori tangen dan
tabel penghitungan tangen. Dia memperkenalkan secan dan cosecan untuk
pertama kalinya, berhasil mengetahui relasi antara garis-garis
trigonometri yang mana berguna untuk memetakannya serta pula meletakkan
dasar bagi keberlanjutan studi teori conic. Abul Wafa bukan cuma ahli
matematika, namun juga piawai dalam bidang ilmu astronomi. Beberapa
tahun dihabiskannya untuk mempelajari perbedaan pergerakan bulan dan
menemukan "variasi". Dia pun tercatat sebagai salah satu dari penerjemah
bahasa Arab dan komentator karya-karya Yunani.
Banyak
buku dan karya ilmiah telah dihasilkannya dan mencakup banyak bidang
ilmu. Namun tak banyak karyanya yang tertinggal hingga saat ini.
Sejumlah karyanya hilang, sedang yang masih ada, sudah dimodifikasi.
Kontribusinya dalam bentuk karya ilmiah antara lain dalam bentuk kitab
Ilm al-Hisab (Buku Praktis Aritmatika), Al-Kitab Al-Kamil (Buku
Lengkap), dan Kitab al-Handsa (Geometri Terapan). Abul Wafa pun banyak
menuangkan karya tulisnya di jurnal ilmiah Euclid, Diophantos dan
al-Khawarizmi, tetapi sayangnya banyak yang telah hilang.
Kendati
demikian, sumbangsihnya bagi teori trigonometri amatlah signifikan
terutama pengembangan pada rumus tangen, penemuan awal terhadap rumus
secan dan cosecan. Maka dari itu, sejumlah besar rumus trigomometri tak
bisa dilepaskan dari nama Abul Wafa. Seperti disebutkan dalam Alquran
maupun hadis, agama Islam menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa
belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Inilah yang dihayati oleh
sang ilmuwan Muslim, Abul Wafa Muhammad hingga segenap kehidupannya dia
abdikan demi kemajuan ilmu. Dia meninggal di Baghdad tahun 997 M.
0 komentar:
Posting Komentar